Dari imbuhan hingga idiom dan kata serapan: manfaat belajar Bahasa Indonesia untuk karir Anda dari perspektif linguistik.
Ditulis oleh Lotte Troost – AIYA National Blog Editor
Diterjemahkan oleh Gabriela Pasya – AIYA National Translation Team. Versi Bahasa Inggris, klik disini.
Desain oleh Dinda Rialita – AIYA National Graphic Designer
“Maraknya penutupan kelas bahasa Asia di universitas-universitas di Australia merugikan prospek kerja siswa, kata para ahli,” kalimat tersebut merupakan judul sebuah artikel The Guardian pada April 2021. Artikel tersebut mengemukakan bahwa sekarang jumlah orang yang belajar bahasa Indonesia di Australia lebih sedikit dibandingkan 50 tahun lalu. Pada tahun 2021, hanya tiga universitas nasional yang menawarkan kelas dalam bahasa pengantar negara tetangga terdekat dan terbesar mereka, karena universitas mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi.
Jika hanya dilihat dari jumlah penduduk Indonesia, yang berjumlah lebih dari 271 juta jiwa, dapat dikatakan bahwa universitas sebaiknya terus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendaftar program bahasa Indonesia. Kalau dihitung penutur asli dan non asli, Bahasa Indonesia menempati peringkat 11 penutur terbanyak di dunia. Dengan demikian, dengan menguasai Bahasa Indonesia dapat membuka pintu untuk berkomunikasi dengan jutaan orang, untuk mengembangkan bisnis di ekonomi yang berkembang pesat (sebelum covid) serta belajar tentang macam macam budaya dan kearifan lokal yang kaya. Cukup banyak artikel yang membahas manfaat belajar Bahasa Indonesia untuk kerjasama ekonomi atau pendalaman budaya tersedia juga.
Belajar Bahasa Indonesia tidak hanya memungkinkan Anda untuk berkomunikasi dan meningkatkan hubungan antar masyarakat atau antar bisnis, tetapi belajar bahasa yang bersifat dinamis seperti Bahasa Indonesia juga menjadi daya tarik pelajar untuk menyelami lebih mendalam terutama dalam hal strukturnya dan merefleksikan bahasanya. Bahasa Indonesia sangat kaya dengan metafora dan idiom, dan makna gramatikal suatu kata menjadi berubah tergantung pada imbuhan apa yang melekat pada kata tersebut. Bahasa Indonesia sendiri telah menyerap banyak kata dari bahasa-bahasa lain.
Sebagai non-penutur asli yang telah belajar Bahasa Indonesia selama beberapa tahun, faktor-faktor yang telah disebutkan di atas telah membantu saya memperluas kosakata bahasa lain dan mengajarkan saya untuk memisahkan dan menganalisis tata bahasa dan bagian-bagian kalimat. Pada akhirnya, belajar Bahasa Indonesia membantu saya untuk menganalisis bahasa, seperti sintaksis dan semantik serta kata-kata dan suara. Kemudian, analisis adalah sebuah keterampilan yang berguna dalam banyak aspek kehidupan dan sangat dihargai oleh para pemberi kerja.
Kata serapan
Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang berasal dari bahasa Melayu Kuno, bahasa Austronesia, dan diberi nama ‘Bahasa Indonesia’ pada tahun 1928 untuk mempersatukan negara. Pada tahun 1945, Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa nasional resmi. Selain itu, bahasa Indonesia telah meminjam dan kemudian menyerap kata-kata dari bahasa lain seperti Sansekerta, Arab, Persia, Latin, Portugis, dan Belanda, serta bahasa lokal seperti bahasa Jawa dan Sunda. Periode yang berbeda dalam sejarah Indonesia, seperti periode Kerajaan Sriwijaya, masuknya Agama Islam, pedagang Portugis dan penjajahan Belanda bertepatan dengan sejarah linguistik yang berkembang dan dinamis, menghasilkan contoh-contoh berikut:
Kata bahaya berasal dari bahasa Sansekerta bhaya (takut), dan kata belanja berasal dari bahasa Pali velañja (yang dibelanjakan). Kata curi berasal dari kata Hindi corī (mencuri), dan topi (topi) berasal dari kata Tamil toppi (topi).
Kata kabar berasal dari bahasa Arab khabar (berita), dan bakmie berasal dari bahasa Cina bah-mī (mie daging). Beberapa kata juga berasal dari bahasa Portugis, seperti sepatu (sapato), palsu (falso), dan bendera (bandeira).
Sebuah representasi visual dari banyak faktor yang membuat bahasa Indonesia begitu dinamis dan menarik. Sumber: alphaomegatranslations.com
Bistik berasal dari bahasa Belanda biefstuk, dan kata bicara berasal dari bahasa Latin pedātō dan secara tidak langsung dari kata Sansekerta padārtha (arti suatu kata). Banyak juga kata yang berasal dari bahasa Inggris, seperti bisnis (business), target (target), dan stroberi (strawberry).
Saat ini, Bahasa Indonesia masih merupakan bahasa yang dinamis dan berkembang, dengan sebagian besar kata sekarang diserap dari bahasa Inggris dan bahasa lokal. Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Bahasa Indonesia terdiri dari 23.000 kata pada tahun 1953 dan diperluas menjadi 91.000 kata pada tahun 2015. Diharapkan jumlah ini terus bertambah. Dengan latar belakang Bahasa Indonesia yang kuat, banyak bahasa lain, atau setidaknya sebagian dari bahasa tersebut, dapat dikuasai.
Imbuhan
Selain kata-kata serapan, belajar Bahasa Indonesia juga akan meningkatkan soft skill seperti kreativitas karena imbuhan yang dipakai bahasa ini. Dengan hanya satu kata dasar, dimungkinkan untuk membuat setidaknya delapan kata baru dengan menambahkan imbuhan. Misalnya, kata dasar ‘jalan’ dapat memiliki berbagai awalan (prefiks), akhiran (sufiks) atau sirkumfiks, yang menciptakan berbagai arti seperti berjalan, menjalankan (melakukan, membuat sesuatu terjadi), jalanan, pelajan, menjalani (melewati waktu atau keadaan), perjalanan, sejalan, kesejalanan (kesesuaian).
Seringkali selama kelas bahasa Indonesia, dosen saya menantang saya untuk membuat kata-kata sebanyak mungkin hanya menggunakan satu kata dasar, yang terasa seperti saya sedang menghias kue polos (kata dasar) dengan banyak lilin dan manisan (imbuhan) untuk membuatnya lengkap. Permainan kata seperti itu tidak diragukan lagi meningkatkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah saya.
Metafora dan Idiom
Bahasa dan budaya terkait dengan erat, dan ini mungkin paling terlihat melalui metafora dan idiom. Selain mengekspresikan sentimen tanpa mengatakannya secara eksplisit, metafora dan idiom memberikan wawasan budaya ke dalam prinsip dan kepercayaan masyarakat. Dan Anda beruntung, karena idiom dan metafora banyak digunakan dalam bahasa Indonesia. Lihatlah contoh-contoh berikut:
Polisi tidur secara harfiah diterjemahkan sebagai ‘seorang polisi yang sedang tidur’, tetapi mengacu pada ‘alat pembatas kecepatan. Daripada petugas polisi hidup yang memperlambat Anda ketika Anda mengemudi terlalu cepat, gundukan jalan statis ini akan membuat Anda tidak melebihi batas kecepatan.
Hangat-hangat tai ayam diterjemahkan sebagai ‘hangat seperti kotoran ayam’ dan mengacu pada orang-orang yang hanya bersemangat pada awalnya tetapi dengan cepat kehilangan minat, seperti kotoran ayam yang hanya hangat pada awalnya dan dengan cepat menjadi dingin.
Cuci mata tidak secara harfiah berarti ‘mencuci mata’, tetapi lebih kepada menyiratkan bahwa Anda menyegarkan diri dengan melihat hal-hal yang Anda sukai, seperti misalnya dengan kegiatan window shopping. Kata kerja cuci digunakan karena diyakini bahwa tindakan ini akan menyegarkan dan membangunkan Anda.
Buaya darat diterjemahkan secara literal sebagai ‘seekor buaya daratan’. Buaya adalah predator yang mengintai secara diam-diam, mencari mangsa segar untuk dilahap. Seorang playboy atau womanizer disebut sebagai buaya darat dalam konteks yang sama.
Sumber: www.liputan6.com
Kemahiran berbahasa Indonesia sebenarnya sudah merupakan keterampilan yang penting. Namun karena sifatnya yang dinamis dan menarik secara bahasa, serta terus berkembang, belajar bahasa Indonesia secara tidak langsung akan menghasilkan keterampilan seperti kreativitas, wawasan analitis, dan kemampuan memecahkan masalah, yang dapat Anda manfaatkan dalam kehidupan pribadi dan profesional Anda. Tentu saja, dibutuhkan berjam-jam teori dan praktik bahasa untuk menikmati manfaat tidak langsungnya. Jadi mari kita berharap bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia akan terus dimungkinkan di universitas.