Kedutaan Besar Australia mengadakan Australia Indonesia Youth Leaders Seminar di Jakarta bulan lalu. Kedutaan mengundang Dino Patti Jalal, Noke Kiroyan, dan Derval Usher untuk memberikan seminar kepada pemuda Australia dan Indonesia, dengan format acara yang terinspirasi dari TED Talk.

Foto: Felix Sihombing

Pembicara #1: Pak Dino Patti Djalal

Pak Dino cukup terkenal di Indonesia sebagai juru bicara kepresidenan pada era Pak Susilo Bambang Yudhoyono dan pernah menjabat sebagai duta besar Indonesia di Amerika Serikat. Selain itu beliau bersama rekan-rekannya juga mendirikan komunitas Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI). Presentasi beliau berjudul “Looking Beyond the Bumps in the Road: Promoting Strengths in a Broad Relationship”.

Pak Dino sangat memahami bagaimana Indonesia harus melihat Australia. Sebagai seseorang yang mengamati hubungan bilateral antara kedua negara cukup lama, dia dengan jelas melihat adanya perubahan mengenai bagaimana Australia dinarasikan di Indonesia. Di era 1960an di awal rezim Orde Baru, Australia dinarasikan sebagai sebuah negara barat yang mencoba memecah belah indonesia untuk keuntungan Australia sendiri. Tetapi sekarang narasinya sudah berubah. Setiap negara menginginkan kondisi negara tetangga yang stabil, dikarenakan ketidakstabilan di suatu negara dapat berdampak buruk bagi negara tetangganya. Demikian juga Australia yang mengharapkan kestabilan di Indonesia.

Yang mengejutkan Pak Dino, narasi yang lama masih ada di antara para mahasiswa di universitas yang dia kunjungi. Oleh karenanya dia berharap kaum pemuda melihat hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia secara berbeda, tidak lagi seperti masyarakat di masa yang lalu. Pesan beliau jelas: saatnya kita melihat jauh ke depan dan mempromosikan kekuatan dalam hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia.

Pembicara #2: Pak Noke Kiroyan

Foto: Felix Sihombing

Pak Noke merupakan presiden dari Indonesia-Australia Business Council (IABC) serta managing partner dan konsultan kepala dari Kiroyan Partners. Relasi baiknya dengan Australia dimulai ketika dia membantu berbagai perusahaan Australia yang ingin meningkatkan perdagangan di antara kedua negara. Inti dari presentasinya yang berjudul “Emerging Opportunities to Tighten Economic Ties” adalah baik Indonesia maupun Australia sebenarnya bergantung satu dengan yang lain.

Indonesia akan tetap mengimpor gandum karena tidak akan tumbuh dengan baik di iklim tropis Indonesia, dan juga mengimpor barang-barang lain seperti daging sapi. Indonesia juga akan terus menjadikan Australia sebagai negara tujuan untuk menuntut ilmu mengingat kualitas pendidikan di Australia. Di lain pihak, Australia juga akan terus berwisata ke Indonesia. Akan tetapi, neraca perdagangan antara Australia dan Indonesia tidak banyak bertumbuh selama beberapa tahun belakangan. Kenapa demikian?

Hal ini disebabkan oleh penghalang yang tidak tampak. Penghalang tersebut berupa kurangnya pemahaman atas apa yang dibutuhkan oleh negara tetangga serta kurangnya pemahaman tentang regulasi di negara tetangga. Dia yakin dengan adanya pemahaman yang lebih baik, penghalang tersebut dapat dihilangkan dan dapat meningkatkan hubungan ekonomi antar kedua negara. Oleh karena itu, ada kesempatan besar bagi wirausahawan muda dari kedua negara di bidang ekspor dan impor di masa depan.

Pembicara#3: Ibu Derval Usher

Foto: Felix Sihombing

Ibu Derval mengepalai Pulse Lab, Jakarta. Pulse Lab fokus pada analisis data digital dalam jumlah besar untuk memberikan hasil secara real-time yang dapat digunakan untuk memberikan solusi terhadap berbagai isu. Pulse Lab menjadi mitra pemerintah dimana hasil penelitian mereka dapat membantu pemerintah dalam membuat kebijakan.

Dalam presentasinya dia menjelaskan tentang suatu bidang ilmu menarik yang sedang berkembang pesat, di mana data dalam jumlah besar dianalisis dalam waktu yang singkat. Data yang dikoleksi bisa jadi sesimpel postingan di media sosial, ataupun data penggunaan kartu uang elektronik saat masuk dan keluar halte busway.

Bagaimana data yang demikian dapat berdampak besar? Data tersebut dianalisis dalam jumlah besar dan dapat memberikan hasil analisis secara real-time, yang dapat mempercepat pengambilan tindakan ketika suatu masalah muncul. Lain halnya dengan metode pengumpulan data konvensional, dimana dibutuhkan waktu analisis yang lebih lama.

Salah satu contoh analisis yang dilakukan Bu Derval dan timnya adalah pengumpulan data harga sayuran di pasar di Nusa Tenggara Timur menggunakan metode crowdsourcing, dimana masyarakat diminta untuk mengambil gambar sayuran dan menyebutkan harganya. Mereka kemudian membandingkan fluktuasi harga sayuran yang telah dikumpulkan untuk menentukan harga dengan bantuan media sosial. Dengan perbandingan tersebut, mereka dapat membuat formula yang nantinya dapat memprediksi harga sayuran. Penelitian lain yang menarik adalah pengumpulan data para pengguna busway di Jalarta yang keluar-masuk halte untuk membantu merancang sistem transportasi yang lebih baik.

Analisis tersebut dapat dilakukan di masa sekarang berkat adanya kemajuan teknologi. Dan bagaimana hal ini berkaitan dengan pemuda? Ternyata kebanyakan anggota tim yang bekerja dengan Derval adalah para pemuda! Ini menjadi contoh bagaimana pemuda dapat menggerakkan proyek-proyek penting untuk membuat gebrakan dalam menghadapi isu-isu besar.

Silahkan dibaca versi bahasa Inggris artikel ini di sini.