Bahasa Inggris, klik disini

Diterjemahkan oleh Gabriella Pasya & Adolf Richardo – AIYA National Translator

Desain Grafis oleh Yudi Tri Utomo – AIYA Graphic Design Officer

Dalam rangka memperingati Harmony Day dan Hari PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial yang dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 21 Maret, panitia Kumpul: Komite Keterlibatan Pemuda dalam Pelestarian Budaya AIYA mengadakan kompetisi menulis kreatif. 

Tahun ini, tema yang dipilih oleh PBB adalah – ‘Generasi Muda Berdiri Melawan Rasisme”, anggota AIYA diajak untuk mengirimkan tulisan pendek (cerita pendek, puisi, pidato, opini, dll.) tentang kontribusi keragaman budaya dan bahasa untuk masyarakat Indonesia dan Australia. Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan dan dukungan AIYA untuk rekonsiliasi, kompetisi ini juga menawarkan kesempatan untuk berefleksi mengenai inklusivitas dan rasa hormat terhadap budaya penduduk asli Australia. 

Tulisan yang dikirim untuk kompetisi ini dinilai oleh penulis dan mantan jurnalis, Lily Yulianti Farid yang merupakan pendiri dan saat ini menjabat sebagai direktur Makassar International Writers Festival. 

Di bawah ini kami akan menampilkan karya pemenang yang ditulis oleh Michelle Marietta Secoa dari AIYA Chapter Jakarta. 

 

I.D.E.A AS IDEA BANK (I.D.E.A SEBAGAI BANK IDE)

Oleh Michelle Marietta Secoa

Bagaimana Kesadaran Mengenai  Inklusi, Keragaman, dan Kesetaraan Memicu Kreativitas di Tempat Kerja 

Bayangkan jika kehidupan manusia di bumi tidak memiliki keragaman!

Semua orang berasal dari budaya yang sama, belajar dari pengalaman yang sama, dan menghibur diri dengan musik yang sama. Hal ini tentunya membosankan dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana umat manusia dapat bertahan hidup jika setiap individu mengadopsi cara berpikir dan bertindak yang sama ketika mereka menghadapi suatu masalah.

Bagi saya, keragaman adalah salah satu hadiah terbesar yang bisa didapatkan peradaban kita dari alam semesta.

Saya menyukai pendapat Nellie Borrero, Managing Director Global Inclusion and Diversity Accenture yang menyatakan bahwa keragaman adalah fakta, tetapi inklusi adalah pilihan yang harus dibuat setiap hari. Multikulturalisme dan keragaman etnis memang nyata, namun terkadang orang memilih untuk membiarkan diskriminasi, prasangka negatif, dan tindakan ketidakadilan terjadi. Terlepas dari tantangan dan kesulitan di dalamnya, saya sangat bangga menjadi salah satu generasi muda yang dapat menyaksikan dan mengalami bagaimana masyarakat global lebih serius dalam mempromosikan keragaman dan memaksimalkan praktik untuk memberikan kontribusi positif, terutama di tempat kerja modern. Konsep I.D.E.A (Inclusion, Diversity and Equity Awareness) telah menjadi “IDEA Bank/ Bank IDE” yang membantu menghasilkan kreativitas dan inovasi di lingkungan kerja. Dilaporkan bahwa perusahaan yang inklusif 33% lebih mungkin untuk menghasilkan laba yang lebih besar (Mckinsey, 2017), sebuah tim manajemen yang diisi lebih dari 20% wanita menghasilkan tim yang berkinerja lebih baik (BCG, 2017), dan tim dengan anggota yang beragam menghasilkan keputusan yang lebih baik hingga 87% dibandingkan dengan individu (Forbes, 2017).

Indonesia dan Australia sama-sama terkenal karena keanekaragaman budayanya. Dari pengalaman saya bekerja dengan orang- orang Australia di sebuah perusahaan dan komunitas pemuda, saya pribadi menemukan dua makna khusus yang dapat kita renungkan tentang bagaimana ekosistem yang beragam memicu lebih banyak kreativitas. Pertama, bagaimana keragaman menumbuhkan kreativitas baik di tingkat individu maupun organisasi. Kreativitas membutuhkan keragaman. Ketika karyawan dengan cara hidup dan kepercayaan yang berbeda duduk di ruangan yang sama, maka ide-ide segar akan bermunculan. Keanekaragaman tidak hanya membantu memperluas pola pikir dan pandangan individu yang sempit, tetapi juga mengembangkan seluruh organisasi untuk lebih terbuka akan kemungkinan produk maupun sumber daya yang baru. Ketika saya bekerja di sebuah perusahaan joint venture Indonesia-Australia, saya perlu melibatkan karyawan Indonesia dan Australia dalam sesi brainstorming untuk menciptakan program keterlibatan karyawan dan komunikasi internal yang baru serta relevan dengan nilai dan budaya masing-masing negara. Sumber daya manusia yang beragam akan membantu organisasi untuk mempertimbangkan berbagai perilaku konsumen dan strategi pemasaran.

Yang kedua adalah tentang bagaimana keragaman mengubah pola pikir kompetitif menjadi kolaborasi kreatif. Pengalaman tentang keragaman paling banyak yang saya miliki adalah saat menjadi sukarelawan di komunitas ASEAN dan Australia dengan pemuda di 11 negara. Sebagai bagian dari tim publikasi, saya sangat kagum dengan bagaimana tim tersebut menulis dalam bahasa Inggris yang sama, tetapi dengan pendekatan dan sudut pandang yang berbeda untuk setiap artikel. Fakta ini membuat materi publikasi kami menjadi lebih beragam dan inklusif dari banyak perspektif. Komunitas yang beragam ibarat wadah peleburan yang begitu kaya dengan visi dan aspirasi. Kegembiraan untuk berkolaborasi dan menciptakan sesuatu bersama mengalahkan ego dan kesombongan. 

Saya sangat takjub dengan bagaimana keragaman mengubah saya sebagai pribadi dan sebagai bagian dari komunitas. Pada akhirnya, yang kita butuhkan bukanlah membicarakan keragaman, tetapi menjalankan keragaman. Wacana tersebut perlu dihayati dalam kehidupan kita sehari-hari. Yang bisa saya bagikan sekarang adalah bagaimana keragaman memicu munculnya kreativitas yang membuat pekerjaan dan tempat kerja saya lebih bermakna!

Michelle Marietta Secoa adalah praktisi humas dan CSR (corporate social responsibility) di Jakarta. Ia tertarik dengan hubungan Indonesia dan Australia karena pengalamannya bekerja di perusahaan joint venture Indonesia-Australia dan menjadi sukarelawan di komunitas pemuda ASEAN-Australia. Michelle juga merupakan salah satu delegasi Indonesia dalam konferensi pemuda ASEAN-Jepang pada tahun 2021.