COVID-19 dan Wajah Pembelajaran In-country Immersion yang Berubah
Ditulis oleh Patrick Moran- AIYA National Blog Editor
Diterjemahkan oleh Gabriella Pasya- AIYA National Translator
COVID-19 telah menimbulkan banyak tantangan di seluruh dunia. Pandemi dan pembatasan terkait telah mengubah cara kita bekerja, belajar, bersosialisasi, dan berinteraksi.
Bagi orang Australia yang sedang belajar bahasa Indonesia, masa pandemi merupakan pengalaman yang sulit dan mengisolasi. Bidang studi yang dibangun di atas interaksi, keterlibatan, dan percakapan, telah berubah secara signifikan.
Ketika siswa yang belajar bahasa Indonesia sebelumnya terlibat dengan bahasa melalui pengalaman perjalanan yang mendalam, situasi COVID telah menunda hal ini. Paspor tetap di laci, dan siswa berinteraksi di belakang layar komputer.
Jadi seberapa penting pergeseran ini? Apa konsekuensinya, dan mengapa in-country immersion itu penting?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, saya mewawancarai Liam Prince, Direktur Konsorsium ACICIS, sebuah organisasi yang mengimplementasikan pengalaman in-country immersion untuk pelajar Australia yang mempelajari mengenai Indonesia.
Dampak pada Penyampaian Program
Sebelum pandemi, ACICIS terkenal dengan penyampaian pengalaman dalam negeri, memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahasa Indonesia, sekaligus terlibat dengan budaya, dan membina koneksi.
Sejak pandemi dimulai, program ACICIS telah disampaikan secara online; hal yang benar- benar baru dan belum dipetakan untuk organisasi. Program-program tersebut meliputi Praktikum Profesional selama enam minggu, dan Kursus Singkat Bahasa Indonesia.
Program Praktikum Profesional di bidang-bidang seperti Pertanian, Bisnis dan Jurnalisme sebagian besar tetap tidak berubah, kecuali metode penyampaiannya. Program tersebut melibatkan siswa yang berpartisipasi dalam kursus bahasa selama dua minggu, dan penempatan profesional selama empat minggu.
“Kami tidak mencoba menciptakan program baru dari sudut pandang struktural”, kata Prince.
“Struktur dan isinya (program)- kami tidak banyak berubah.”
Meskipun demikian, pengalaman yang terjadi sangat berbeda.
“Siswa mencoba untuk memproyeksikan imajinasi mereka melalui layar ke Indonesia… hal itu tentunya menjadi pengalaman yang berbeda secara kualitatif”, katanya.
“Realis dalam diri saya berpikir bahwa hal ini tidak bisa menjadi pengalaman yang sama bagusnya.”
Penurunan Studi Bahasa Indonesia
Pergeseran ke pembelajaran jarak jauh terjadi setelah periode penurunan yang berkepanjangan dalam studi bahasa Indonesia di kalangan siswa Australia.
Mr Prince mengatakan bahwa penurunan terjadi secara “stabil, bertahap, dan tak terelakkan”, memperkirakan bahwa jumlah siswa telah turun dari 2000 siswa pada tahun 2001, menjadi 700 pada tahun 2019- sebelum pandemi terjadi.
Sementara jumlah siswa yang belajar bahasa Indonesia di era COVID belum bisa dihitung dengan jelas, permintaan untuk program ACICIS telah berkurang hingga 60% dari tingkat pra-pandemi sehubungan dengan peralihan ke pembelajaran online.
“Tempat seperti Indonesia, yang sebelumnya sudah jauh dalam imajinasi sebagian besar orang Australia… telah semakin bergerak menjauh ke kejauhan”, katanya.
“Efek utama dari pandemi (di Australia) telah membuat Australia memikirkan dirinya sendiri.”
“Jika kita adalah negara yang cerdas, kita akan menggunakan waktu ini (untuk mengembangkan keterampilan bahasa).”
Mengapa ini penting
Mr Prince menekankan manfaat individu dan kolektif dari orang Australia belajar bahasa Indonesia.
“Proses belajar bahasa memiliki potensi yang sangat besar untuk penemuan diri dan realisasi diri”, katanya.
“Indonesia penting bagi Australia karena fakta geografi dan demografi.”
“Memiliki lebih banyak individu yang telah menempuh jalan itu… berdampak baik untuk politik dan untuk warga negara.”
In-country immersion meningkatkan pengalaman ini.
“Mungkin ada beberapa contoh orang yang berhasil mencapai kompetensi bahasa Indonesia yang sangat tinggi tanpa melakukan itu (in-country immersion), tetapi saya belum pernah bertemu dengan mereka.”
“Anda harus menjadi seorang yang sangat bodoh untuk tidak memasukkan sedikit pembelajaran langsung dalam negeri ke dalam jurusan bahasa Anda.”