“Habis gelap terbitlah terang.”

Hari ini, 21 April, di Indonesia diperingati Hari Kartini. Biasanya, berbagai acara akan bermunculan untuk merayakan hari kelahiran Raden Ajeng Kartini, sosok perempuan yang menjadi salah satu figur paling berjasa bagi perempuan-perempuan di Indonesia.

Raden_Adjeng_Kartini

Kartini bersama suaminya, Joyodiningrat pada tahun 1903.

Biasanya, perusahan-perusahan memanfaatkan kesempatan ini dengan promosi berbagai produk ataupun jasa dengan kemasan feminim. Biasanya, berbagai tulisan muncul di media massa; mulai dari membahas emansipasi dan feminisme, ataupun menelaah apa tujuan, makna Hari Kartini, atau hal lain yang dikaitkan dengan perempuan Indonesia. Biasanya, berbagai obrolan muncul di sosial media, mulai dari sekadar ucapan ‘Selamat Hari Kartini’ hingga diskusi hangat ibu rumah tangga vs wanita karir. Jujur, sebelumnya saya jarang benar-benar memperhatikan ataupun berfikir apa makna Hari Kartini. Sampai hari ini.

Butuh beberapa waktu bagi saya untuk menjawab “Apa sih makna hari kartini buat kamu?”. Banyak hal berseliweran di pikiran saya, mulai dari tugas tulisan tentang Hari Kartini di waktu SMP, lomba baju kebaya sewaktu SMA, hingga berbagai tulisan tentang perempuan Indonesia yang akhir-akhir ini semakin banyak hadir di sosial media. Sayangnya saya bukan ahli sejarah untuk menjawab makna Hari Kartini dengan membahas perkembangan perempuan Indonesia. Pengetahuan saya tentang isu gender juga hanya sebatas membaca headline tentang emansipasi di media massa. Namun, saya akan menjawab pertanyaan diatas dengan sedikit refleksi pada pengalaman pribadi. Bagi saya, RA Kartini telah membuka satu hal yang sangat berharga bagi saya: kesempatan untuk memilih.

Dengan banyak hal yang lalu lalang dalam hidup, kita selalu dihadapkan pada pilihan. Bagi perempuan, sebagian orang melihat pilihan yang ada terbatas ataupun “dibatasi” oleh hal-hal tertentu. RA Kartini dengan quote terkenalnya “Habis gelap terbitlah terang” menjadi salah satu sosok pertama yang dikenal berani membuat pilihan dan berani memperjuangkan pilihan yang dipilih. Saat ini, apalagi dengan adanya sosial media, kita – sengaja ataupun tidak disengaja – mengkritisi/dikritisi, menghakimi/dihakimi. Oleh karena itu, Hari Kartini mengingatkan saya akan kesempatan luxurious yang sangat berharga: kesempatan untuk mendalami pilihan yang ada, kesempatan untuk memilih, kesempatan untuk berani memilih, dan kesempatan untuk berani memperjuangkan hal yang sudah dipilih. Hari Kartini mengingatkan saya untuk bersyukur akan hal ini dengan memahami berbagai pilihan yang ada. Hari Kartini mengingatkan saya untuk mempelajari pilihan-pilihan yang ada sebelum memilih. Hari Kartini juga mengingatkan saya untuk menghormati perempuan-perempuan di luar sana yang sudah membuat pilihan dan memperjuangkan pilihan itu, baik itu pilihan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, pilihan untuk berumah tangga, pilihan untuk berkarir, pilihan untuk hidup mandiri, apapun itu.