Microfinance sebagai instrumen penggerak perekonomian untuk memerangi kemiskinan di Indonesia
Versi Bahasa Inggris, klik di sini
Ditulis oleh Dinda Amalia Ichsani – AIYA National’s Blog Editor
Disunting oleh Anita Sutrisno & Meylisa Sahan – AIYA National’s Communications Director & Blog Editor
Di Indonesia, keuangan mikro (microfinance) merupakan salah satu strategi potensial dalam upaya penanggulangan masalah kemiskinan. Akses terhadap jasa keuangan mikro memungkinkan masyarakat yang kurang mampu dalam meningkatkan pendapatan, peningkatan aset, mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal, serta terciptanya lapangan kerja.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan keuangan mikro sebagai penyediaan layanan keuangan yang seluas-luasnya, seperti deposito, pinjaman, jasa pembayaran, transfer uang dan asuransi bagi masyarakat kurang mampu, berpenghasilan rendah serta kepada usaha-usaha kecil/mikro. Dalam konteks Lembaga keuangan di Indonesia, microfinance biasa diterjemahkan sebagai pembiayaan mikro atau kredit mikro, yaitu aktivitas pembiayaan yang ditujukan bagi nasabah berpenghasilan rendah di mana pada umumnya belum terjangkau oleh bank umum.
Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tujuan dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) antara lain meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, serta membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah.
OJK juga menetapkan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha. Aktivitas keuangan mikro ini umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga pembiayaan mikro seperti Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi Simpan Pinjam, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga berbagai kelompok arisan.
Lembaga keuangan mikro memiliki berbagai prinsip umum dalam penerapannya. Pelayanan dan pengembangan produk microfinance harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi nasabah mikro, serta pelayanannya terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat melalui pendekatan sistem dan prosedur yang mudah, lokasi yang strategis sehingga mudah dijangkau. Selain itu, organisasi, sistem operasional, administrasi, pengawasan dan sistem informasi didesain secara sederhana, mudah, efisien, efektif, dan transparan. Kemudian, kelangsungan kegiatan juga didukung oleh sistem yang berjalan dengan baik, serta menjamin keberlanjutan pelayanan dan menyumbang manfaat bagi nasabah dan pengembangan kinerja pelayanan itu sendiri.
Meskipun memiliki peran yang strategis dalam pemberdayaan ekonomi, penerapan microfinance di Indonesia tentunya tidak terhindar dari berbagai permasalahan dan tantangan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dari segi internal mencakup lemahnya kualitas sumber daya manusia serta terbatasnya sumber pendanaan. Sedangkan dari segi eksternal yaitu rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap lembaga keuangan mikro.
Hal yang umum dijumpai di Indonesia, yakni masyarakat miskin lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka melalui berbagai bentuk pemenuhan finansial yang umumnya informal. Mereka meminjam uang dari pelepas uang tidak resmi (rentenir/lintah darat) yang biasanya mengenakan bunga yang sangat tinggi. Untuk jasa simpanan, mereka memanfaatkan kegiatan pengumpulan uang melalui arisan* ataupun simpanan lebaran. Jasa-jasa informal cenderung tidak teratur dan sangat beresiko karena keamanan yang tidak terjamin. Sementara itu, sistem pelayanan bank dinilai lebih sulit bagi masyarakat miskin, sehingga tidak banyak dari mereka yang bisa dengan mudah merasakan fasilitas perbankan.
Pada dasarnya, layanan microfinance dapat dilakukan baik oleh lembaga, mulai dari pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga keuangan formal maupun informal, bahkan perseorangan. Namun sayangnya, keberadaan lembaga keuangan mikro ini belum mendapat tempat yang jelas dalam perekonomian nasional, hal ini menyebabkan layanan microfinance cenderung belum mampu memberi dampak besar dalam mengatasi persoalan perekonomian masyarakat.
Kehadiran microfinance diharapkan dapat diimplementasikan dengan efektif dan berkelanjutan, sehingga dapat menjangkau lebih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan sehingga dapat menolong banyak masyarakat. Sebagai individu maupun komunitas, kita dapat dengan sangat mudah membantu dan terlibat dalam penerapan microfinance.
Kerja sama Lembaga Keuangan Mikro Australia-Indonesia
Bamboo Micro Credit, atau yang biasa disebut dengan Bamboo, menjadi salah satu lembaga keuangan mikro asal Australia Barat yang aktif dalam membangun interaksi positif dengan Indonesia. Cara kerja Bamboo di Indonesia adalah dengan mempekerjakan staf dan relawan lokal sehingga tercipta interaksi erat antar komunitas lokal, serta adanya kunjungan perwakilan Bamboo di lokasi agen di Indonesia. Pinjaman Bamboo ini dikelola oleh lembaga mitra, kemudian agen mitra melapor ke Bamboo secara teratur dengan pengevaluasian bisnis untuk keberlanjutan.
Bamboo beroperasi di berbagai tempat di Indonesia, antara lain di Bukittinggi, Sumatera Barat melalui kemitraan dengan Bambu Daya Guna, di Yogyakarta melalui kemitraan dengan Yayasan Trisakti Arum yang mengkhususkan diri dalam melatih masyarakat lokal, di Malang dimana pinjaman dikelola oleh Yayasan Daya Pertiwi. Upaya Bamboo untuk terus memperluas cakupan kemitraannya adalah dengan meneliti wilayah-wilayah potensial di Indonesia.
Kemitraan Bamboo dengan Yayasan Arum Lestari
Sumber : dokumentasi Bamboo Micro Credit
Sebagai lembaga keuangan mikro, Bamboo tentunya memiliki pembeda dengan lembaga-lembaga lainnya. Bamboo menyediakan pinjaman tanpa bunga, pembayaran yang fleksibel, terjalinnya hubungan dengan komunitas lokal, biaya operasional rendah, penggunaan dana sumbangan secara maksimal, koneksi Australia Indonesia, serta donasi yang digunakan berulang kali, saat pinjaman dilunasi. Kemitraan Bamboo juga memiliki kegiatan yang proaktif melestarikan budaya, lingkungan, pertanian, pendidikan non formal, sosial, ekonomi kecil seperti UMKM bidang tata busana, batik, perak, dan lain sebagainya.
Saat ini, siapapun dapat terlibat sebagai penggerak perekonomian melalui lembaga keuangan mikro seperti Bamboo, yaitu dengan mengunjungi situs web www.bamboomicrocredit.org.au dan berdonasi. Kemudian, berikan ide untuk membuat kehidupan masyarakat di Indonesia yang hidup dalam kemiskinan menjadi lebih baik.
Footnote:
*Arisan : kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya;
Referensi
OJK. Informasi Umum Lembaga Keuangan Mikro.
Saifuddin, Ridwan. (2008). Faktor Penyebab Lemahnya Fungsi Sosial (Baitul Maal) BMT di Lampung. Tesis. Fakultas Ekonomi dan Keuangan Islam, Program Studi Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia, Jakarta.