Ada Apa Dengan Cinta 2: Resensi Film
Ada Apa Dengan Cinta merupakan film yang populer sekali sewaktu dirilisnya pada tahun 2002, namun walaupun begitu para penonton menantikan sekuelnya selama 14 tahun. Berbagai cabang AIYA di Australia, bekerja sama dengan All in Pixel, akhir-akhir ini mengadakan pemutaran film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) sebagai bagian dari Ada Apa Dengan Cinta 2 Australian Tour. Ery Primaskara meresensikan film tersebut sehabis menontonnya di Melbourne minggu lalu.
Masih ingatkah anda dengan kutipan dialog tersebut? Adalah Cinta (diperankan oleh Dian Sastrowardoyo), perempuan yang mampu melumpuhkan hati Rangga (diperankan oleh Nicholas Saputra), pria misterius yang gemar membaca buku dan menulis puisi-puisi puitis. Kisah cinta yang rumit menimpa kedua sejoli ini tergambarkan dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) bersutradarakan Mira Lesmana dan Riri Riza yang dirilis pada tahun 2002. Kisahnya yang menarik ternyata mampu membangkitkan gairah anak-anak muda untuk menonton dan mendukung film-film karya anak bangsa. Ditutup dengan kepergian Rangga ke New York, perpisahan Rangga dan Cinta di Bandara menjadi sangat fenomenal, meninggalkan banyak pertanyaan. Maka tak ayal banyak penonton yang memimpikan kelanjutan kisah cinta Cinta dan Rangga di film selanjutnya.
Bak gayung bersambut, setelah penantian selama 14 tahun, Mira Lesmana dan Riri Riza mewujudkan mimpi para penggemar AADC. Tahun 2016 ini, secara resmi film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) dihadirkan untuk mengobati rindu dan menjawab semua teka-teki para penggemar. Apa yang akan terjadi dengan Cinta setelah 14 tahun ditinggalkan oleh Rangga? Apakah Rangga masih tetap setia mencintai Cinta? Apakah Cinta masih tetap setia menunggu Rangga? Apakah persahabatan Cinta dan teman-temanya masih kuat dan erat?
Berdurasikan 1 jam 52 menit, AADC2 menyuguhkan alur cerita yang diluar ekspektasi para penontonya. Sebagai settingnya, kali ini AADC2 berlokasi di New York, Jakarta dan juga Yogyakarta. Dengan karakter Rangga yang penuh rahasia dan Cinta yang perfeksionis, Yogyakarta memadupadankan kisah cinta keduanya sehingga, menurut saya, sepantasnyalah AADC2 dinobatkan sebagai salah satu film Indonesia terbaik pada tahun ini. Sebuah apresiasi patut diberikan pada Mira Lesmana dan Riri Riza, karena telah merangkai cerita dengan apik tanpa jeda. Sebagaimana dikutip dari jawaban Nicholas Saputra (22/8) di acara Ada Apa Dengan Cinta 2 Australian Tour: “Sebenarnya tidak pernah ada rencana untuk membuat sekuel AADC2”. Jadi hal ini dirasarasa cukup cerdik, bagaimana para sutradara dan penulis bisa membuat jalan cerita yang diterima sebagai kelanjutan AADC sekuel pertama.
AADC2 menampilkan kembali karakter karakter dari sekuel sebelumnya (kecuali Alya karena ada pemerannya tak bisa bergabung) yang diceritakan memasuki usia 30-an. Tak ayal pengkisahan yang digulirkan pun disajikan dengan cara yang berbeda. Kita masih bisa mengingat konflik yang terjadi di AADC yang sesuai dengan umur mereka yakni tentang pilihan antara teman atau pacar, pilihan antara menjadi si populer atau si penyendiri, yang mana itu merupakan masalah utama yang memang sering dihadapi di masa SMA. Namun, sebagaimana seharusnya, di sekuel AADC2 persoalan yang diangkat pun lebih mendalam. Pilihan untuk kembali berkutat dengan masa lalu yang belum tentu kabarnya atau melangkah ke depan walau tetap ada bayang bayang.
Sayangnya, puisi-puisi nan romantis karya Aan Mansyur yang melengkapi kerinduan Rangga pada Cinta harus disandingkan dengan lirik-lirik lagu ringan dari Melly Goeslaw. Hal ini terdengar cukup kontras melihat, musikalitas yang sangat baik disuguhkan di sekuel AADC pertama. Pemilihan kata dalam lagu yang terlalu umum membuat penonton kurang merasakan klimaks yang maksimal dari film ini.
Baca beberapa resensi film Indonesia yang lainnya, misalyna dari Indonesian Film Festival, di sini.